Powered By Blogger

15 Februari 2011

SAAT UANG LEBIH BERKUASA DARI JIWA DAN NURANI KITA???

Aku tidak tahu lagi harus berpikir apa, saat memulai tulisan ini. Semuanya buntu seolah tidak ada bahan yang ingin aku tuliskan. Di Televisi masih ramai dibicarakan tentang "Tokoh" dibelakang isyu SARA yang akhir-akhir ini marak terjadi. Peristiwa Akhmadiyah di Cikeusik, juga peristiwa pembakaran gereja di Temanggung acapkali menghiasi hampir semua stasiun TV secara berganti-ganti . Seandainya itu terjadi karena faktor emosi spontanitas dari masyarakat mungkin yang perlu ditelusuri adalah pemicunya, tetapi seandainya itu semua terjadi karena mereka terprovokasi kita harus katakan BIADAB pada siapapun dalang kerusuhannya. Suatu pemandangan yang benar-benar di luar sikap dan kebiasaan masyarakat kita, mereka mengamuk, melempar. memukul, mengacung-acungkan senjata sambil membakar harta benda si lawan yang ada di hadapannya. Miris memang, melihat warga Indonesia yang terkenal santunnya berubah menjadi brutal seperti itu. Tapi yang lebih "Memiriskan" aku adalah "Sang Kameramen + Sutradara + Produser" Film yang dengan detailnya membuat "Film Pembantaian manusia" itu berlangsung. Kenapa bisa angkel per angkel, sudut demi sudut dengan akurasi tinggi yang berhasil di shoot. Bukankah pada saat itu sebenarnya nyawa diapun dalam keadaan bahaya? Peristiwa SARA ini berhasil menggeser "Film Berkelas OSCAR" yang tengah tayang di masyarakat. GAYUS TAMBUNAN dengan Penyakit Komplikasinya.
Ketenanganku pun terusik, jiwaku berontak. Saat melihat tayangan lain dari Negara-negara yang notabene berafiliasi ISLAM tengah demo juga saling menghancurkan dan membunuh. Mesir, Yaman, Syria, Teheran dan Bahrain. Mereka semua menuntut terjadinya perubahan dalam pemerintahannya. Ah, kristalisasi manusia-manusia yang sekarah tanpa memperdulikan nilai empiris yang bergejolak di hati dan jiwa mereka. Semuanya kembali bermuara pada "UANG dan KEKUASAAN.

13 Februari 2011

ADA APA DENGAN KITA?

Harus ku pikirkan mulai hari ini, bagaimana caranya agar gunung itu tidak lagi meletus di kemudian hari. Dan mengumbar lahar serta abu vulkaniknya kemana-mana secara beringas tanpa rasa prikemanusiaan. Sampai saat ini aku terus berpikir, kenapa gunung yang selama ini santun dan kromo serta bersahabat dengan masyarakat sekitar menjadi buas? Dia melahap setiap yang ada di sekitarnya dan mengumbar amarah hingga puluhan kilometer? Mengubah wujud yang hijau royo-royo menjadi putih keabu-abuan.....Subhanallah! Sedikit murka Allah SWT telah di pertontonkan kepada kita dengan secara gamblang, masihkah kita tidak percaya bahwa akan ada hari akhir zaman? Dimana Langit akan runtuh, gunung-gunung akan meletus, sungai-sungai dan lautan akan bergejolak dan bumi akan rumpah ruah tak beraturan? Kalau dengan satu, dua gunung yang meletus saja kita sudah tunggang langgang apalagi bila semua itu terjadi?
Lantas kenapa pula alam harus murka, Allah SWT harus mual melihat kita? KESERAKAHAN dan KETIDAK JUJURAN, TAMAK dan MENGHALALKAN SEGALA CARA. Sifat dan sikap itulah yang membuat Allah SWT melalui perantaraan ALAM menjadi murka, kita terlalu dimanjakan olehNYA dan tidak punya hati untuk membalas cinta kasihNYA. Betapa Rahman dan Rahimnya Allah SWT pada kita, setiap hari diberikannya kita nikmat yang tiada tara. Penglihatan, pengecapan, pendengaran, rasa dan cinta yang demikian sempurna. Jadi kenapa juga kita tidak lantas bersyukur atas karuniaNYA?

Ayah, aku ingin menangis di kakimu

Ayah, maafkan anakmu yang tidak kenal adab ini. Aku sangat menyesal, kenapa harus pergi keluar kota saat wajahmu tinggal beberapa jam saja bisa ku nikmati. Misteri dan takdir Allah SWT memang sulit diterka. Sakitmu dan kematianmu seolah terekam kuat di memoriku, karena Allah SWT memberikan beliau sakit yang "sangat tiba-tiba" sekali. Saat kami sama-sama nonton TV. Masih terbayang betapa kasih sayangmu kepadaku, ayahku akan marah sekali apabila ada anak-anaknya yang memancing, atau anak-anaknya yang kalah saat berkelahi. Garis kejantanan nampak jelas tergaris di raut wajah ayahku. Mengingat beliau adalah seorang serdadu. Beliau banyak mengajarkan Ilmu tentang filosofi kehidupan kepadaku, dan bagaimana mencari uang diluar saat kantong kita di rumah kempes. Itu menjadi keunggulan beliau, pergi tanpa bekal dan pulangnya membawa banyak uang serta ahli menawar saat berbelanja. Ayah, saat ini aku ingin menangis di kakimu sembari mencurahkan semua keluhan dari bathinku yang terdalam. Ayah, tidurlah dalam damaimu, tenangmu dan ibadahmu. Semoga Allah senantiasa menempatkan engkau pada tingkat yang tertinggi dalam surgaNYA kelak.