Aku tidak tahu lagi harus berpikir apa, saat memulai tulisan ini. Semuanya buntu seolah tidak ada bahan yang ingin aku tuliskan. Di Televisi masih ramai dibicarakan tentang "Tokoh" dibelakang isyu SARA yang akhir-akhir ini marak terjadi. Peristiwa Akhmadiyah di Cikeusik, juga peristiwa pembakaran gereja di Temanggung acapkali menghiasi hampir semua stasiun TV secara berganti-ganti . Seandainya itu terjadi karena faktor emosi spontanitas dari masyarakat mungkin yang perlu ditelusuri adalah pemicunya, tetapi seandainya itu semua terjadi karena mereka terprovokasi kita harus katakan BIADAB pada siapapun dalang kerusuhannya. Suatu pemandangan yang benar-benar di luar sikap dan kebiasaan masyarakat kita, mereka mengamuk, melempar. memukul, mengacung-acungkan senjata sambil membakar harta benda si lawan yang ada di hadapannya. Miris memang, melihat warga Indonesia yang terkenal santunnya berubah menjadi brutal seperti itu. Tapi yang lebih "Memiriskan" aku adalah "Sang Kameramen + Sutradara + Produser" Film yang dengan detailnya membuat "Film Pembantaian manusia" itu berlangsung. Kenapa bisa angkel per angkel, sudut demi sudut dengan akurasi tinggi yang berhasil di shoot. Bukankah pada saat itu sebenarnya nyawa diapun dalam keadaan bahaya? Peristiwa SARA ini berhasil menggeser "Film Berkelas OSCAR" yang tengah tayang di masyarakat. GAYUS TAMBUNAN dengan Penyakit Komplikasinya.
Ketenanganku pun terusik, jiwaku berontak. Saat melihat tayangan lain dari Negara-negara yang notabene berafiliasi ISLAM tengah demo juga saling menghancurkan dan membunuh. Mesir, Yaman, Syria, Teheran dan Bahrain. Mereka semua menuntut terjadinya perubahan dalam pemerintahannya. Ah, kristalisasi manusia-manusia yang sekarah tanpa memperdulikan nilai empiris yang bergejolak di hati dan jiwa mereka. Semuanya kembali bermuara pada "UANG dan KEKUASAAN.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar